Bahaya Pembajakan Buku dan Dampak Buruknya bagi Banyak Pihak
Oleh Hindun Uswatun Nisa
2 komentar
Bahaya Pembajakan Buku dan Dampak Buruknya bagi Banyak Pihak - Bagi para pecinta buku, memburu buku yang diincar terkadang menjadi suatu kegiatan yang menantang. Tak jarang kini banyak yang mencari buku secara online. Namun faktanya banyak buku-buku bajakan yang sekarang ini bahkan banyak bertebaran di toko-toko online.
Tanpa malu lagi, para olshoper memajang dagangan buku bajakan mereka hingga bahkan menemukan satu istilah baru yang bahkan dianggap wajar dan lebih halus untuk kata bajakan yaitu repro.
Repro, Istilah Halus dari Pembajakan
Istilah “repro“ ini tampak biasa namun sebenarnya mengerikan. Kata persamaan dari pembajakan buku ini merupakan singkatan dari reproduksi, yang artinya tiruan.
Selama ini, istilah reproduksi sendiri biasanya digunakan untuk aktivitas penciptaan ulang benda-benda yang sudah usang dan dibutuhkan duplikat untuk kebutuhan konservasi misalnya reproduksi untuk foto-foto tua.
Foto tersebut dikopi karena memang tidak ada duplikatnya, disentuh ulang dengan teknik desain grafis yang menarik, sehingga dapat menjadi cadangan jika foto yang asli rusak.
Namun perlu diingat bahwa benda-benda yang direproduksi itu biasanya memang berjumlah sangat terbatas, bukan diproduksi secara massal.
Sedangkan buku "repro" atau bajakan di para pedagang online itu masih dicetak massal, dijual dan masih sangat mudah didapatkan di mana saja.
Buku Bajakan Merugikan Banyak Orang
Sumber gambar: Pixabay
Pembajakan buku ini seolah dipandang sebagai masalah kriminalitas yang banyak merugikan kepentingan ekonomi orang per orang. Padahal ini merupakan problem besar kebudayaan.
Banyak orang mengira kerugian akibat pembajakan atas buku-buku, hanya seperti memotong potensi sedikit royalti dari seorang penulis.
Kemudian banyak yang berpikir sederhana, yang di repro itu bukunya penulis kondang dan sudah kaya jadi tidak terlalu berpengaruh. Nggak usah galau, Marisol!
Padahal, dalam penerbitan sebuah buku banyak proses yang dilalui. Dalam proses terbitnya suatu judul buku, ada banyak pihak yang terlibat dalam segala aspek.
Mulai dari penulis, lalu editor, perancang sampul, buruh cetak, buruh penata kertas hasil cetakan, karyawan di gudang distribusi, para sopir yang mengirimkan buku ke toko, dan lainnya.
Singkatnya, jika Anda membeli satu saja buku bajakan, maka ada ratusan jiwa yang dirugikan berikut anggota keluarga mereka masing-masing. Duh ngeri, ya!
Akibat yang lebih fatal dari pembajakan buku adalah bukan hanya berkurangnya rezeki banyak orang, tapi bisa juga mengakibatkan hilangnya mata pencaharian.
Anda bisa membayangkan, banyak terjadi penutupan unit produksi buku umum di beberapa penerbit yang berkonsekuensi pemutusan kontrak banyak karyawan.
Seperti yang dijelaskan di awal, para penjual banyak yang menyebut buku yang dijual oleh mereka dengan kategori “non-original” atau “repro”. Dua frase ini kerap digunakan agar dapat memperhalus istilah “buku bajakan”.
Jika dilihat dari rekam jejak transaksi sebelumnya, para penjual ini menjual puluhan bahkan ratusan buku bajakan dari berbagai jenis buku pada setiap bulannya.
Harus diakui bahwa hal ini terus berjalan karena ada hukum ekonomi supply and demand. Di satu sisi, bagi para pembeli merasa diuntungkan dengan selisih harga yang murah, di sisi lain penjual juga bisa mendapatkan keuntungan yang tentunya tidak sedikit.
Namun, penerima keuntungan besar dari rantai pembajakan buku ini sebenarnya ialah para pemain di balik industri pembajakan ini.
Sempat ditelusuri oleh koalisi penerbit Yogyakarta, faktanya pembajakan buku ini dimotori oleh pihak-pihak yang memiliki modal melimpah, termasuk juga memiliki alat produksi seperti mesin cetak dan segala peralatan layaknya sebuah penerbitan buku besar.
Penerbit, penulis, dan semua yang terlibat dalam industri perbukuan ini bisa menjadi resah karena pembajakan buku apalagi sudah tersebar di marketplace besar dan toko online. Anda masih bisa mendapatkan berbagai buku original di website yang sudah jelas menolak kegiatan pembajakan buku.
Solusi Selain Membeli Buku Bajakan
Sumber: Pexel
Bila ditanyakan kepada pembaca yang sering membeli buku bajakan, pasti mayoritas akan menjawab membeli karena harganya MURAH. Padahal penerbit-penerbit indie yang menerbitkan buku non fiksi atau bahkan novel drama di beberapa kota kini banyak yang menjual buku dengan harga yang terjangkau.
Melalui sistem pre order, bacaan bermutu sebenarnya dapat dipesan tidak sesulit yang dipikirkan oleh pembeli yang biasanya membeli buku bajakan. Yang mahal itu terkadang bukan harga bukunya, tapi ongkos kirim dan juga PPN harga kertas.
Salah satu solusi jika tidak ingin boros untuk membeli buku adalah perpustakaan digital. Namun jika ingin buku berkualitas dan tidak mendukung pembajakan buku maka sebaiknya membeli buku original di toko buku atau website yang tepercaya.
Semoga ke depannya semakin banyak yang menyadari bahwa membeli buku bajakan itu merugikan banyak orang.
Setuju banget, kalau bisa jangan beli buku bajakan, ya. Memang harganya lebih murah tapi kasian kan penulis aslinya. Lebih baik beli buku ori biar lebih menghargai jerih payah penulisnya
BalasHapusSedih deh kalau masih ada aja yang suka beli buku bajakan. Mirisnya, penjual bisa pake alasan demi meningkatkan minat baca. Aih...
BalasHapus